Kamis, 09 Juni 2011

Hakikat Makna Sebagai Objek Semantik


HAKIKAT MAKNA SEBAGAI OBJEK SEMANTIK
Semantik dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantiks, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Kata semantik sepadan dengan kata semasiologi yang diturunkan dari kata bahasa Yunani semainein yang berarti ‘bermakna’ atau ‘berarti’. Semantik sebagai istilah di dalam ilmu bahasa mempunyai pengertian tertentu. Yang dimaksud istilah semantik iialah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan. Jadi, semantik adalah cabang lingustik yang bertugas semata-mata meneliti makna kata, bagaimanaasal mulanya, bagaimana perkembangannya, dan apa yang menyebabkan terjadi perubahan makna dalam sejarah atau bahasa.
Kridalaksana (1993: 193-194) dalam kamus linguistik memberikan pengertian semantik, (1) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna atau wicara; (2) sistem dan penyelidikan makna arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau semua tataran yang bangun membangun ini : makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Oleh karena itu penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar melainkan merupakan unsur yang berada semua tataran itu.
Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2 komponen yaitu:
1)      Komponen signifikan (yang mengartikan)
Wujudnya berupa runtunan bunyi.
2)      Komponen signifie (yang diartikan)
Wujudnya berupa pengertian atau konsep.
Ferdinand de Saussure mengembangkan bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Hal ini berarti bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya.
Contoh:
v  Adik jatuh dari sepeda.
v  Dia jatuh dalam ujian yang lalu.
v  Kalau harganya jatuh lagi, kita akan bangkrut
v  Dia jatuh cinta pada adikku
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa objek studi semantik adalah makna, atau lebih tepatnya makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata,  frase klausa, dan kalimat. Di dalam semantik, istilah makna, dalam bahasa inggris sensedibedakan dari ‘arti’, dalam bahasa inggris meaning. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata tersebut yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksem. Kadang-kadang kita melihat makna kata dari kamus yang sebenarnya adalah makna leksikal, atau keterangan dari leksem itu sendiri. Makna kata tidak lepas dari makna kata yang lainnyamerupakan makna gramatikal yang sesuai dengan hubungan antar unsur-unsurnya.
Aspek makna terdiri atas empat, yaitu pengertian, perasaan, nada, dan tujuan. Keempat aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui pemahaman makna dalam proses komunikasi sebuah tuturan. Makna pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan tema, sedangkan makna perasaan, nada, dan tujuan dapat kita pertimbangkan melalui penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
Makna bahasa sebagaimana terungkap dalam uraian di atas dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh hubungan antara bahasa dengan (1) objek atau (2) peristiwa di luar bahasa atau oleh hubungan di antara unsur bahasa dalam suatu sistem bahasa. Kajian makna bahasa yang lebih memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik leksikal. Kridalaksana       (1993:            132-133) memberikan beberapa pengertian istilah makna (meaning, linguistik meaning, sense), yaitu: (1) maksud pembicara; (2) pengaruh bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; (3) hubungan, dalam arti kesepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukan; (4) cara menggunakan lambing-lambang bahasa.
Dengan demikian makna memiliki tiga tingkatan keberadaan dalam satuan bahasa. Pertama, makna menjadi isi dari suatu bentik kebahasaan. Kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan. Dan ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu. Dari ketiga tingkatan makna tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkatan pertama dan kedua, makna dilihat dari segi hubungannya ddengan penutur, sedangkan pada tingkat ketiga lebih ditekankan pada hubungan makna di dalam komunikasi. Seperti digambarkan Samsuri (1994) dengan sebuah garis hubungan ketiga tingkatan keberadaan makna, yaitu:
Makna................................. ungkapan................................... makna
Mempelajari makna pada hakikatnya berarti bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti. Dalam hal ini, untuk menyusun sebuah kalimat yang dapat dimengerti, sebagian pemakai bahasa dituntut agar mentaati kaidah gramatikal, sebagian lagi tunduk pada kaidah pilihan kata menurut sistem leksikalyang berlaku di dalam sistem bahasa. Begitu juga makna sebuah kalimat sering tidak tergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi tergantung pada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana.
Makna merupakan aspek terpenting dalam sebuah bahasa karena dengan makna maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancer dan saling dimengerti. Tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sam lain tidak saling mengerti makna yang ada dalam tuturannya maka tidak mungkin tuturan berbahasa dapat berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan lawan tuturnya harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan.
Kajian makna dalam semantik leksikal lebih mendasarkan pada peran makna kata dan hubungan makna yang terjadi antarkata dalam suatu bahasa. Hubungan makna antar kata baik yang bersifat sintagmatik dan paradigmatik kerap digunakan untuk menjawab permasalahan makna kata. Kajian makna kata dalam konteks ini pada gilirannya tentu dapat menjawab permasalahan makna kalimat. Sebab sebagaimana kerap dikemukakan oleh ahli semantik bahwa makna kalimat bergantung pada makna kata yang tercakup dalam kalimat tempat kata itu terangkai. Peran kajian makna kata berdasarkan hubungan makna ini terasa penting mengingat tidak semua makna kata dapat dijelaskan oleh keterkaitannya dengan objek yang digambarkan oleh kata itu. Makna kata-kata yang bersifat abstrak, misalnya hanya mungkin dapat dijelaskan maknanya oleh hubungan makna antarkata dalam suatu bahasa.
Semantik sendiri sebagai ilmu turunan dari Linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna suatu kata. Semantik menitikberatkan pada objek studi yang berkaitan tentang makna. Banyak teori tentang makna telah dikemukakan orang. Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure bahhwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem; kalau tanda linguistik itu disamakan dengan morfem, maka berarti makna itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks.
Makna itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem. Kita dapat menentukan makna setelah dalam bentuk kalimat.
Contohnya:
Sudah hampir pukul dua belas!
Bila diucapkan oleh seorang ibu asrama putri kepada seorang pemuda maka bermaksud mengusir, sedangkan jika yang mengatakan adalah seorang karyawan kantor berarti menunjukkan waktu makan siang.







1 komentar: